Saturday, May 21, 2011

AKHIR YANG BERBUAH MANIS

Seperti kisah sebelumnya mungkin ada diantara kalian yang sudah membaca kisah ini, namun saya menghadirkannya kembali di pages ini agar kita senantiasa bisa mencontoh segala hikmah yang bisa dipetik dari kisah ini,, kisah yang ditulis oleh Liz Kadarsyah....

**************
 Bismilah...

Di usianya yang sudah masuk kepala tiga, Tri, begitu orang-orang memanggilnya, belum juga menemukan jodoh. Kata orang-orang, ini usia rawan bagi seorang wanita dalam mencari jodoh.

Tri memang tipikal pemalu. Selama hidupnya belum pernah pacaran. Kalaupun ada, itu terjadi saat duduk di kelas 3 SD. Ada teman laki-laki yang selalu dekat dengannya. Tak heran jika waktu itu mereka dianggap pacaran.

Teman-temannya pernah bertanya mengapa ia tidak pernah berusaha dekat dengan seorang cowok, ia hanya tersenyum. Katanya tidak PD. Padahal, secara fisik, Tri memiliki paras yang lumayan alias tidak jelek-jelek amat. Kulitnya hitam manis. Ia juga memiliki lesung pipit yang khas.


Sewaktu di bangku SMA, ia punya tiga sahabat (Mala, Ria, dan Nisa). Ketiganya sudah punya pacar. Hanya dia yang belum punya. Ketiga sahabatnya itu sering menjodohkannya dengan teman cowok mereka, tapi semuanya berujung sama, nihil. Sang cowok pelan-pelan menghindar dan akhirnya menjauh.

"Kriteriamu terlalu tinggi ya untuk mendapatkan pacar?" tanya Nisa suatu ketika.
"Nggak kok. Aku hanya ingin cowok yang pengertian, setia, dan sayang sama aku. Itu saja," Jawab Tri.
"Lalu, ada apa dengan cowok-cowok yang kami kenalkan itu?" tanya Ria penasaran.
"Belum jodoh kali" jawab Tri santai.
Hal itu terus berlanjut sampai kuliah dan bekerja. Di usianya yang sudah matang, ia masih tidak percaya diri kalau harus menjalin suatu hubungan khusus dengan lawan jenis.
Ketika bekerja. Ia mulai belajar ilmu-ilmu agama. Tri tidak menyangka kalau pengetahuan agamanya masih sangat minim. Ia tahu hanya pengetahuan ibadah dasar, seperti shalat dan puasa. Itu pun tidak didukung ilmu yang mendalam. Di tempatnya bekerja, ia berkenalan dengan Tsabitha. Teman-teman banyak yang menganggap Tsabitha aneh. Dia tidak modis karena tidak mengikuti mode masa kini. Cara berpakaiannya sering menjadi buah bibir. Saat yang lain berlomba-lomba mengikuti mode pakaian tren masa kini, dia malah asyik dengan baju terusan gombrang berjilbab lebar menutup dada. 

Meski begitu, Tri malah merasa damai bila dekat dengannya. Kata-katanya bijak penuh makna dan terkesan tidak menggurui. Tri pun jadi semakin banyak belajar. Apalagi, Tsabitha banyak meminjamkan buku-bukunya. Tri pun tidak menyia-nyiakan dan melalap habis buku-buku itu. 

Dari situlah ia baru tahu tidak ada istilah pacaran dalam islam. Dalam islam, hubungan antara pria dan wanita dibagi menjadi dua, yaitu hubungan mahram dan nonmahram. Ia pun jadi lebih bersyukur karena Allah menakdirkannya tidak berpacaran.

Tsabitha sendiri menikah dengan pria yang baik. Pria itu dikenalkan oleh guru mengajinya. Ia pun menerimanya setelah melakukan shalat istikharah dan menyerahkan semuanya pada Allah. Tepat di usianya yang ke-37, Tsabita bertandang kerumahnya. Ia cukup kaget. Pasalnya, mereka sudah dua tahun tidak bertemu. Komunikasi hanya dilakukan lewat telepon.
Sejak menikah, Tsabitha memang mengikuti tugas suaminya di Semarang. Jarak yang cukup jauh, Jakarta-Semarang, membuat mereka susah bertemu.

"Subhanallah, kamu masih seperti dulu, tetap cantik," Kata Tri.
"Masa' ahh. Sudah berbuntut dua lho," kata Tsabitha tersenyum.
"Cuma bertiga saja dengan anak-anakmu ?" tanya Tri.
"Nggak lah. Mana mungkin aku bepergian jauh tanpa suami. Dia tadi cuma mengantar sampai pintu depan. Suamiku titip salam buat kamu," jawab Tsabitha.
Tsabitha menemuinya bukan hanya sekedar silatuhrahmi biasa. Ia bermaksud menjodohkannya dengan teman suaminya. 

Tri pun terlihat bingung. Cowok itu jauh sekali dari perkiraan. Seorang duda satu anak karena istrinya meninggal dua tahun lalu.

"Mengurus anak, apakah aku sanggup? Bagaimana kalau ternyata anaknya tidak bisa menerima kehadiran ibu baru?" renung Tri sejenak.

Tsabitha menanyakan kesanggupan Tri. Ia sama sekali tidak memaksa. Semuanya diserahkan pada Tri. Ia hanya berkata kalau pria itu sangat baik, bertanggung jawab, dan sayang sama keluarga.
Tri akhirnya tahu cerita tentang pria itu. Namanya Ali. Ali menikah dengan istrinya yang dulu benar-benar karena Allah. Keluarga besar Ali sebenarnya tidak setuju karena calon istrinya bukan berasal dari keluarga tepandang. Wanita itu hanya seorang anak pembantu rumah tangga yang bekerja sebagai guru sukarelawan anak-anak gelandangan.

Karena kesabagaran dan ketulusan hatinya, keluarga besarnya khususnya orang tua Ali, bisa menerima keputusannya itu. Sayang, pernikahan mereka tidak bertahan lama, hanya lima tahun. Sakit menahun istrinya kambuh kembali. Walaupun sudah berobat ke mana-mana, Allah berkehendak lain. Dua tahun lalu istrinya dipanggil Yang Maha Kuasa.

Ia ikhlas menerima semua kehendak-NYA. Ia pun harus membesarkan anaknya yang masih kecil sendirian. Hati Tri yang lembut akhirnya tersentuh mendengar kisah hidup Ali. Ia mulai mantap dengan pria ini. 

"Bukankah mengasuh anak yatim-piatu itu pahalanya sangat besar. Sampai-sampai dijanjikan berdekatan dengan Rasulullah di surga nanti," suara batin Tri terus menggema di hatinya.

Ia pun lalu meminta pada Allah untuk membimbing dan memantapkan hatinya agar menerima laki-laki yang baik hati itu. 

Setelah berdoa dan memasrahkan diri kepada keputusan Allah. Tri akhirnya menerima Ali sebagai suaminya. Konsekuensi pun harus diambil. Ia tidak hanya mengurus suami, tapi juga harus mampu mengasuh dan mencintai anak suaminya. Ia tidak ingin hal itu menjadi beban baginya. Anak suami berarti anaknya juga. Ia ingin kasih sayangnya selalu terlimpah untuk mereka. Kalaupun Allah berkehendak dan memberinya seorang anak dari rahimnya sendiri, ia tidak ingin membeda-bedakan di antara mereka.

Tri merasa hidupnya lebih lebih lengkap dengan empat anak yang insyaAllah shaleh dan shalehah. Suaminya memang benar-benar lelaki yang baik dan bertanggung jawab. Dia imam bagi keluarga. Semua tindak-tanduknya hanya mengharapkan Ridha-Nya.

**************

"*Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Dia tidak menzaliminya dan menelantarkannya. Barang siapa mengurusi hajat saudaranya, Allah akan menghilangkan satu kesusahan dari seorang muslim, Allah akan menghilangkan darinya satu kesusahan di antara kesusahan-kesusahan Hari Kiamat. Dan barang siapa menutupi (aib) seorang muslim, Allah akan menutupi (aib)nya pada Hari Kiamat."
(HR. Bukhari dan Muslim)

0 VLP'ers comment:

Post a Comment

Kesopanan berkomentar cerminan dari kepribadian kita ! Silakan berkomentar sobat ^_*05

From VLP To Friends

Blog Indonesia

blog-indonesia.com

VLP Chats

Hitstats

Indonesia Blogger

Blogger Indo