 Jenny, gadis cantik kecil berusia 5 tahun  dan bermata indah. Suatu hari ketika ia dan ibunya sedang pergi  berbelanja ia melihat sebuah kalung mutiara tiruan yang sangat Indah,  dan harganya-pun cuma Rp. 25.000. Ia sangat ingin memiliki kalung  tersebut dan mulai merengek kepada ibunya. Akhirnya sang Ibu setuju,  katanya: “Baiklah, anakku. Tetapi ingatlah bahwa meskipun kalung itu  sangat mahal, ibu akan membelikannya untukmu.
Jenny, gadis cantik kecil berusia 5 tahun  dan bermata indah. Suatu hari ketika ia dan ibunya sedang pergi  berbelanja ia melihat sebuah kalung mutiara tiruan yang sangat Indah,  dan harganya-pun cuma Rp. 25.000. Ia sangat ingin memiliki kalung  tersebut dan mulai merengek kepada ibunya. Akhirnya sang Ibu setuju,  katanya: “Baiklah, anakku. Tetapi ingatlah bahwa meskipun kalung itu  sangat mahal, ibu akan membelikannya untukmu. Nanti sesampai di rumah,  kita buat daftar pekerjaan yang harus kamu lakukan sebagai gantinya.  Dan, biasanya kan Nenek selalu memberimu uang pada hari ulang tahunmu,  itu juga harus kamu berikan kepada ibu.” “Okay,” kata Jenny setuju.Merekapun  lalu membeli kalung tersebut. 
Setiap hari Jenny dengan rajin  mengerjakan pekerjaan yang ditulis dalam daftar oleh ibunya. Uang yang  diberikan oleh neneknya pada hari ulang tahunnya juga diberikannya  kepada ibunya. Tidak berapa lama, perjanjiannya dengan ibunya pun  selesai. Ia mulai memakai kalung barunya dengan rasa sangat bangga. Ia  selalu memakai kalung itu kemanapun ia pergi. Ke sekolah taman  kanak-kanaknya, ke supermarket, bermain bahkan pada saat ia tidur,  kecuali pada saat mandi. “Nanti lehermu jadi hijau,” kata ibunya…
 Jenny juga memiliki seorang ayah yang  sangat menyayanginya. Setiap menjelang tidur, sang ayah selalu  membacakan sebuah buku cerita untuknya. Pada suatu hari seusai  membacakan cerita, sang ayah bertanya kepada Jenny; “Jenny, apakah kamu  sayang ayah?” “Pasti, yah. Ayah tahu betapa aku menyayangi ayah.” ”Kalau  kau memang mencintai ayah, berikanlah kalung mutiaramu pada ayah.”  “Yaa… ayah, jangan kalung ini. Ayah boleh ambil mainanku yang lain, Ayah  boleh ambil Rosie, bonekaku yang terbagus, Ayah juga boleh ambil  pakaian-pakaiannya yang terbaru tapi jangan ayah ambil kalungku…” “Ya  anakku, tidak apa-apa… tidurlah.” Ayah Jenny lalu mencium keningnya dan  pergi, sambil berkata: “Selamat malam anakku, semoga mimpi indah.”
Jenny juga memiliki seorang ayah yang  sangat menyayanginya. Setiap menjelang tidur, sang ayah selalu  membacakan sebuah buku cerita untuknya. Pada suatu hari seusai  membacakan cerita, sang ayah bertanya kepada Jenny; “Jenny, apakah kamu  sayang ayah?” “Pasti, yah. Ayah tahu betapa aku menyayangi ayah.” ”Kalau  kau memang mencintai ayah, berikanlah kalung mutiaramu pada ayah.”  “Yaa… ayah, jangan kalung ini. Ayah boleh ambil mainanku yang lain, Ayah  boleh ambil Rosie, bonekaku yang terbagus, Ayah juga boleh ambil  pakaian-pakaiannya yang terbaru tapi jangan ayah ambil kalungku…” “Ya  anakku, tidak apa-apa… tidurlah.” Ayah Jenny lalu mencium keningnya dan  pergi, sambil berkata: “Selamat malam anakku, semoga mimpi indah.”Seminggu kemudian setelah membacakan  cerita ayahnya bertanya lagi: “Jenny apakah kamu sayang ayah?” “Pasti,  Yah. Ayah kan tahu aku sangat mencintaimu. ” “Kalau begitu, boleh ayah  minta kalungmu?” “Yaa, jangan kalungku…, Ayah ambil Ribbons,  kuda-kudaanku. .. Ayah masih ingat kan ? Itu mainan favoritku. Rambutnya  panjang dan lembut. Ayah bisa memainkan rambutnya, mengepangnya dan  sebagainya. Ambillah Yah, Asal ayah jangan minta kalungku…” “Sudahlah  nak, lupakanlah,” kata sang ayah.
 Beberapa hari setelah itu Jenny mulai  berpikir, kenapa ayahnya selalu meminta kalungnya? dan kenapa ayahnya  selalu menanyai apakah ia sayang padanya atau tidak? Beberapa hari  kemudian ketika ayah Jenny membacakan cerita, Jenny duduk dengan resah.  Ketika ayahnya selesai membacakan cerita, dengan bibir bergetar ia  mengulurkan tangannya yang mungil kepada ayahnya sambil berkata: “Ayah…,  terimalah ini..” Ia lepaskan kalung kesayangannya dari genggamannya,  dan dengan penuh kesedihan kalung tersebut berpindah ke tangan sang  ayah…
Beberapa hari setelah itu Jenny mulai  berpikir, kenapa ayahnya selalu meminta kalungnya? dan kenapa ayahnya  selalu menanyai apakah ia sayang padanya atau tidak? Beberapa hari  kemudian ketika ayah Jenny membacakan cerita, Jenny duduk dengan resah.  Ketika ayahnya selesai membacakan cerita, dengan bibir bergetar ia  mengulurkan tangannya yang mungil kepada ayahnya sambil berkata: “Ayah…,  terimalah ini..” Ia lepaskan kalung kesayangannya dari genggamannya,  dan dengan penuh kesedihan kalung tersebut berpindah ke tangan sang  ayah… Dengan satu tangan menggenggam kalung mutiara palsu kesayangan  anaknya, tangan yang lainnya mengambil sebuah kotak beludru biru kecil  dari kantong bajunya. Di dalam kotak beludru itu terletak seuntai kalung  mutiara yang asli, sangat indah dan sangat mahal… Ia telah menyimpannya  begitu lama untuk anak yang dikasihinya. Ia menunggu dan menunggu agar  anaknya mau melepaskan kalung mutiara plastiknya yang murah, sehingga ia  dapat memberikan kepadanya kalung mutiara yang asli
Begitu pula dengan dengan ALLAH SWT…  seringkali Ia menunggu lama sekali agar kita mau menyerahkan segala  milik kita yang mungkin saja itu palsu… dan menukarnya dengan sesuatu yang sangat  berharga…. karena sesungguhnya ALLAH SWT Maha mengetahui segala sesuatu yang terbaik bagi ummat-Nya,, 
 *** Sumber : ( Virouz007.wordpress.com,, google pict )




 
 


 






 



 
 


0 VLP'ers comment:
Post a Comment
Kesopanan berkomentar cerminan dari kepribadian kita ! Silakan berkomentar sobat ^_*05