 Seorang keluarga yang tengah diberi ujian Allah menjalani  kehidupannya dalam ekonomi menengah ke bawah, berupaya untuk tetap  berpartisipasi dalam acara keluarga besarnya.
Seorang keluarga yang tengah diberi ujian Allah menjalani  kehidupannya dalam ekonomi menengah ke bawah, berupaya untuk tetap  berpartisipasi dalam acara keluarga besarnya. Tiba-tiba terdengar suara, “Kalau  nggak mampu beli jeruk yang bagus, mending nggak usah beli. Jeruk asam  gini siapa yang mau makan?” suara itu terdengar di tengah-tengah  keluarga dan membuat malu keluarga yang baru datang itu.
Pupuslah senyum keluarga itu, rusaklah acara kangen-kangenan keluarga  oleh kalimat tersebut. Si empunya suara mungkin hanya melihat dari  jeruk masam itu, tapi ia tak mampu melihat apa yang sudah dilakukan satu  keluarga itu untuk bisa membawa sekantong jeruk yang boleh jadi  harganya tak seberapa.
Harga sekantong jeruk mungkin tak lebih dari sepuluh ribu rupiah.  Tapi tahukah seberapa besar pengorbanan yang dilakukan satu keluarga itu  untuk membelinya? Rumahnya sangat jauh dari rumah tempat acara  keluarga, dan sedikitnya tiga kali tukar angkutan umum. 
Sepuluh ribu itu  seharusnya bisa untuk makan satu hari satu keluarga. Boleh jadi mereka  akan menggadaikan satu hari mereka tanpa lauk pauk di rumah. Atau  jangan-jangan pagi hari sebelum berangkat, tak satu pun dari anggota  keluarga itu sempat menyantap sarapan karena uangnya dipakai untuk  membeli jeruk. Yang lebih parah, mungkin juga mereka rela berjalan kaki  dari jarak yang sangat jauh dan memilih tak menumpang satu dari tiga  angkutan umum yang seharusnya. “Ongkos bisnya kita belikan jeruk saja  ya, buat bawaan. Nggak enak kalau nggak bawa apa-apa,” kata si Ayah  kepada keluarganya.
Kalimat sang Ayah itu, hanya bisa dijawab dengan tegukan ludah kering  si kecil yang sudah tak sanggup menahan lelah dan panas berjalan  beberapa ratus meter. Tak tega, Ayah yang bijak itu pun menggendong  gadis kecil yang hampir pingsan itu. Ia tetap memaksakan hati untuk tega  demi bisa membeli harga dari di depan keluarga besarnya walau hanya  dengan sekantong jeruk. 
Menahan tangisnya saat mendengar lenguhan nafas  seluruh anggota keluarganya sambil berkali-kali membungkuk, jongkok,  atau bahkan singgah sesaat untuk mengumpulkan tenaga. Itu dilakukannya  demi mendapatkan sambutan hangat keluarga besar karena menjinjing  sesuatu.
 Setibanya di tempat acara, sebuah rumah besar milik salah satu  keluarga jauh yang sukses, menebar senyum di depan seluruh keluarga yang  sudah hadir sambil bangga bisa membawa sejinjing jeruk, lupa sudah  lelah satu setengah jam berjalan kaki, tak ingat lagi terik yang  memanggang tenggorokan, bertukar dengan sejumput rindu berjumpa  keluarga. Namun, terasa sakit telinga, layaknya dibakar dua matahari  siang. Lebih panas dari sengatan yang belum lama memanggang kulit,  ketika kalimat itu terdengar, “Jeruk asam begini kok dibawa…”
Setibanya di tempat acara, sebuah rumah besar milik salah satu  keluarga jauh yang sukses, menebar senyum di depan seluruh keluarga yang  sudah hadir sambil bangga bisa membawa sejinjing jeruk, lupa sudah  lelah satu setengah jam berjalan kaki, tak ingat lagi terik yang  memanggang tenggorokan, bertukar dengan sejumput rindu berjumpa  keluarga. Namun, terasa sakit telinga, layaknya dibakar dua matahari  siang. Lebih panas dari sengatan yang belum lama memanggang kulit,  ketika kalimat itu terdengar, “Jeruk asam begini kok dibawa…”Duh. Jika semua tahu pengorbanan yang dilakukan satu keluarga itu  untuk bisa menjinjing sekantong jeruk tadi, pastilah semua jeruk asam  itu akan terasa manis. Jauh lebih manis dari buah apa pun yang dibawa  keluarga lain yang tak punya masalah keuangan. Yang bisa datang dengan  kendaraan pribadi atau naik taksi dengan ongkos yang cukup untuk membeli  sepeti jeruk manis dan segar.
Mampukah kita melihat sedalam itu? Sungguh, manisnya akan terasa  lebih lama, meski jeruknya sudah dimakan berhari-hari yang lalu.
** Sumber : 
Penulis : Bayu Gawtama
Shared by www.Kisahislami.com
Pict : Google Pict
Tweet




 
 


 






 



 
 


0 VLP'ers comment:
Post a Comment
Kesopanan berkomentar cerminan dari kepribadian kita ! Silakan berkomentar sobat ^_*05