Assalaamu’alaikum…
Sobat,, pengalaman tentang
dilarang berjilbab dalam dunia kerja, baru pertama kalinya rainy alami tepatnya hari
ini (salah satu perusahaan swasta menganjurkan rainy untuk membongkar pasang jilbab
hanya untuk di proses lamaran kerjanya, alhasil rainy pun dengan tegas meminta sang
HRD untuk menghentikan proses berkas).
Mungkin kejadian serupa
telah dialami oleh sebagian besar muslimah lain, apalagi di Negara yang memang minoritas
Islam. Namun yang sangat rainy prihatinkan disini adalah hal ini terjadi di Negara
kita tercinta yang nota bene adalah mayoritas muslim.
Dan berikut salah satu kisah saudara muslimah
kita yang telah memutuskan berjilbab, namun ternyata posisinya jadi tanda tanya
besar di lingkungan kerjanya sesaat setelah berhijab >>>
 ***
Sejak memutuskan untuk berjilbab, sosok Sandrina Malakiano tak lagi 
membawakan berita, Ia menghilang. Metro TV tempat ia bekerja dikecam 
karena melarang Sandrina Malakiano mengenakan jilbab pada saat siaran, 
meskipun Sandrina sudah memperjuangkannya selama berbulan-bulan dengan 
mengajak diskusi panjang para jajaran pimpinan level atas Metro TV. 
Larangan inilah, alasan Sandrina keluar dari Metro TV.
Curhat dari seorang Sandrina Malakiano dari Facebook-nya Sandrina Malakiano Fatah.
Setiap kali sebuah musibah datang, maka sangat boleh jadi di 
belakangnya sesungguhnya menguntit berkah yang belum kelihatan. Saya 
sendiri yakin bahwa “sebagaimana Islam mengajarkan” di balik kebaikan 
boleh jadi tersembunyi keburukan dan di balik keburukan boleh jadi 
tersembunyi kebaikan.
Saya sendiri membuktikan itu dalam kaitan dengan keputusan memakai 
hijab sejak pulang berhaji di awal 2006. Segera setelah keputusan itu 
saya buat, sesuai dugaan, ujian pertama datang dari tempat saya bekerja,
 Metro TV.
Sekalipun tanpa dilandasi aturan tertulis, saya tidak diperkenankan 
untuk siaran karena berjilbab. Pimpinan Metro TV sebetulnya sudah 
mengijinkan saya siaran dengan jilbab asalkan di luar studio, setelah 
berbulan-bulan saya memperjuangkan izinnya. Tapi, mereka yang mengelola 
langsung beragam tayangan di Metro TV menghambat saya di tingkat yang 
lebih operasional. Akhirnya, setelah enam bulan saya berjuang, 
bernegosiasi, dan mengajak diskusi panjang sejumlah orang dalam jajaran 
pimpinan level atas dan tengah di Metro TV, saya merasa pintu memang 
sudah ditutup.
Sementara itu, sebagai penyiar utama saya mendapatkan gaji yang 
tinggi. Untuk menghindari fitnah sebagai orang yang makan gaji buta, 
akhirnya saya memutuskan untuk cuti di luar tanggungan selama proses 
negosiasi berlangsung. Maka, selama enam bulan saya tak memperoleh 
penghasilan, tapi dengan status yang tetap terikat pada institusi Metro 
TV.
Setelah berlama-lama dalam posisi yang tak jelas dan tak melihat ada 
sinar di ujung lorong yang gelap, akhirnya saya mengundurkan diri. 
Pengunduran diri ini adalah sebuah keputusan besar yang mesti saya buat.
 Saya amat mencintai pekerjaan saya sebagai reporter dan presenter 
berita serta kemudian sebagai anchor di televisi. Saya sudah menggeluti 
pekerjaan yang amat saya cintai ini sejak di TVRI Denpasar, ANTV, 
sebagai freelance untuk sejumlah jaringan TV internasional, TVRI Pusat, 
dan kemudian Metro TV selama 15 tahun, ketika saya kehilangan pekerjaan 
itu. Maka, ini adalah sebuah musibah besar bagi saya.
Tetapi, dengan penuh keyakinan bahwa Allah akan memberi saya yang 
terbaik dan bahwa dunia tak selebar daun Metro TV, saya bergeming dengan
 keputusan itu. Saya yakin di balik musibah itu, saya akan mendapat 
berkah dari-Nya.
Hikmah Berjilbab
Benar saja. Sekitar satu tahun setelah saya mundur dari Metro TV, ibu
 saya terkena radang pankreas akut dan mesti dirawat intensif di rumah 
sakit. Saya tak bisa membayangkan, jika saja saya masih aktif di Metro 
TV, bagaimana mungkin saya bisa mendampingi Ibu selama 47 hari di rumah 
sakit hingga Allah memanggilnya pulang pada 28 Mei 2007 itu.
Bagaimana mungkin saya bisa menemaninya selama 28 hari di ruang rawat
 inap biasa, menungguinya di luar ruang operasi besar serta dua hari di 
ruang ICU, dan kemudian 17 hari di ruang ICCU ?
Hikmah lain yang saya sungguh syukuri adalah karena berjilbab saya 
mendapat kesempatan untuk mempelajari Islam secara lebih baik. 
Kesempatan ini datang antara lain melalui beragam acara bercorak 
keagamaan yang saya asuh di beberapa stasiun TV. Metro TV sendiri 
memberi saya kesempatan sebagai tenaga kontrak untuk menjadi host dalam 
acara pamer cakap (talkshow) selama bulan Ramadhan.
Karena itulah, saya mendapat kesempatan untuk menjadi teman dialog 
para profesor di acara Ensiklopedi Al Quran selama Ramadhan tahun lalu, 
misalnya. Saya pun mendapatkan banyak sekali pelajaran dan pemahaman 
baru tentang agama dan keberagamaan. Islam tampil makin atraktif, dalam 
bentuknya yang tak bisa saya bayangkan sebelumnya. Saya bertemu Islam 
yang hanif, membebaskan, toleran, memanusiakan manusia, mengagungkan ibu
 dan kaum perempuan, penuh penghargaan terhadap kemajemukan, dan 
melindungi minoritas.
Saya sama sekali tak merasa bahwa saya sudah berislam secara baik dan
 mendalam. Tidak sama sekali. Berjilbab pun, perlu saya tegaskan, 
bukanlah sebuah proklamasi tentang kesempurnaan beragama atau tentang 
kesucian. Berjibab adalah upaya yang amat personal untuk memilih 
kenyamanan hidup.
Berjilbab adalah sebuah perangkat untuk memperbaiki diri tanpa perlu 
mempublikasikan segenap kebaikan itu pada orang lain. Berjilbab pada 
akhirnya adalah sebuah pilihan personal. Saya menghormati pilihan 
personal orang lain untuk tidak berjilbab atau bahkan untuk berpakaian 
seminim yang ia mau atas nama kenyamanan personal mereka. Tapi, karena 
sebab itu, wajar saja jika saya menuntut penghormatan serupa dari 
siapapun atas pilihan saya menggunakan jilbab.
Hikmah lainnya adalah saya menjadi tahu bahwa fundamentalisme bisa 
tumbuh di mana saja. Ia bisa tumbuh kuat di kalangan yang disebut 
puritan. Ia juga ternyata bisa berkembang di kalangan yang mengaku 
dirinya liberal dalam berislam.
Tak lama setelah berjilbab, di tengah proses bernegosiasi dengan 
Metro TV, saya menemani suami untuk bertemu dengan Profesor William 
Liddle “seseorang yang senantiasa kami perlakukan penuh hormat sebagai 
sahabat, mentor, bahkan kadang-kadang orang tua” di sebuah lembaga 
nirlaba. Di sana kami juga bertemu dengan sejumlah teman, yang dikenali 
publik sebagai tokoh-tokoh liberal dalam berislam.
Saya terkejut mendengar komentar-komentar mereka tentang keputusan 
saya berjilbab. Dengan nada sedikit melecehkan, mereka memberikan 
sejumlah komentar buruk, sambil seolah-olah membenarkan keputusan Metro 
TV untuk melarang saya siaran karena berjilbab. Salah satu komentar 
mereka yang masih lekat dalam ingatan saya adalah, “Kamu tersesat”. 
Semoga segera kembali ke jalan yang benar.
Saya sungguh terkejut karena sikap mereka bertentangan secara 
diametral dengan gagasan-gagasan yang konon mereka perjuangkan, yaitu 
pembebasan manusia dan penghargaan hak-hak dasar setiap orang di tengah 
kemajemukan.
Bagaimana mungkin mereka tak faham bahwa berjilbab adalah hak yang 
dimiliki oleh setiap perempuan yang memutuskan memakainya? Bagaimana 
mereka tak mengerti bahwa jika sebuah stasiun TV membolehkan perempuan 
berpakaian minim untuk tampil atas alasan hak asasi, mereka juga 
semestinya membolehkan seorang perempuan berjilbab untuk memperoleh hak 
setara? Bagaimana mungkin mereka memiliki pikiran bahwa dengan kepala 
yang ditutupi jilbab maka kecerdasan seorang perempuan langsung meredup 
dan otaknya mengkeret mengecil?
Bersama suami, saya kemudian menyimpulkan bahwa fundamentalisme 
“mungkin dalam bentuknya yang lebih berbahaya” ternyata bisa bersemayam 
di kepala orang-orang yang mengaku liberal.
Catatan: Pada Mei 2006, keputusan yang sulit pun akhirnya ia ambil. Sandrina resmi keluar dari stasiun televisi itu.
***
Nah sob, gimana pendapat sobat ?? Kalau rainy pribadi setuju dengan mbak sandrina malakiano bahwa Jilbab juga Hak Asasi Manusia.
Sumber: 
artikel shared : fimadani.com
Redaktur: Tata Rifa
(Sumber cerita : Facebook Sandrina Malakiano)
artikel shared : fimadani.com
Redaktur: Tata Rifa
(Sumber cerita : Facebook Sandrina Malakiano)
Gambar : Google 
Wassalaam
Salam santun ukhuwah fillah & mari berbagi sobat... ^_*05





 
 


 






 



 
 


0 VLP'ers comment:
Post a Comment
Kesopanan berkomentar cerminan dari kepribadian kita ! Silakan berkomentar sobat ^_*05